Jumat, 25 Mei 2012

Peranan Guru Dalam Pembelajaran Inkuri


DALAM model pembelajaran inkuiri guru mesti mampu menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya pelajar terlatih dan terbiasa berbeda pendapat. Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak di bangku sekolah, agar pelajar memiliki sikap jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya kendiri dan siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik, serta mampu mencari penyelesaian masalah.

Peranan guru dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai fasilitator seorang guru mesti memiliki sikap-sikap sebagai berikut (Roger dalam Djahiri, 1980) : 1) Mampu menciptakan suasana bilik darjah yang nyaman dan menyenangkan,
2) Membantu dan mendorong pelajar untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kumpulan,
3) Membantu kegiatan-kegiatan dan me-nyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka,
4) Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya,
5) Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.
Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui pembelajaran koperatif dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Peranan ini sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu istilah yang dikemukakan oleh Ausubel untuk menunjukan bahan yang dipelajari memiliki kaitan makna dan wawasan dengan apa yang sudah dimiliki oleh siswa sehingga mengubah apa yang menjadi milik siswa. (Hasan, 1996).
Disamping itu juga, guru berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak menghambat suasana pembelajaran di kelas.
Sebagai Director-Motivator, Peran ini sangat penting karena mampu membantu kelancaran diskusi kumpulan, Guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban.
Disamping itu sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Peran ini sangat pentng dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar kepada siswa dalam mengembangkan keberanian siswa baik dalam mengembangkan keahlian dalam bekerjasama yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati. maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan permasalahannya.
Menurut Gulo (2002), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut: (a)  Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir,
(b) Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa,
(c) Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri,
(d) Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas,
(e) Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan,
(f) Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas,
(g) Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.
Menurut Memes (2000), ada enam langkah yang diperhatikan dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu : (1) Merumuskan masalah,
(2) Membuat hipotesa,
(3) Merencanakan kegiatan,
(4) Melaksanakan kegiatan,
(5) Mengumpulkan data,
(6) Mengambil kesimpulan.
Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan ma-salah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar.
Dengan pemahaman terhadap langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran imkuiri ini, maka guru sudah harus memulai dari sekarang bagi guru-guru yang baru mengetahui dan mempelajari model pembelajaran ini. Demikian pula bagi guru-guru yang sudah pernah dan jarang menggunakan model pembelajaran inkuiri ini, kiranya lebih dapat meningkatkan dan meng-efektifkan lagi, sehingga model pembelajaran inkuiri ini benar-benar mampu memberikan nilai tambah di dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagai seorang guru, tentunya tidak hanya sekedar mengetahui dan memahami konsep model pembelajaran inkuiri saja, akan tetapi sudah menjadi kewajibannya untuk dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Semoga.

MENJADI GURU
MENJADI guru bukanlah pilihan alternative, dan ini perlu dihayati dan dipahami oleh seorang yang ingin menjadi guru. Apabila guru sebagai pilihan yang tidak diunggulkan, dan ini akan berdampak kepada psikologi yang bersangkutan. Karena untuk menjadi seorang guru memiliki serangkaian kemampuan, dan kemampuan itu tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui kesadaran, motivasi belajar dan proses berkelanjutan.
Guru adalah salah satu profesi yang jelas disebutkan seseorang yang memiliki kemampuan, kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh semua orang dan hanya dimiliki oleh seorang guru. Makanya guru adalah orang yang memiliki kemampuan di dalam memberikan pendidikan kepada anak didiknya, memberikan pengajaran dengan berbagai ilmu kepada anak didiknya, serta memberikan keterampilan kepada anak didiknya, sehingga anak didik yang dihasilkannya juga memiliki kemampuan sebagaimana yang dimiliki oleh gurunya sendiri.
Kemampuan guru akan berkait erat dengan kinerja guru, dan guru yang memiliki kinerja tinggi dan menyadari akan tugas dan tanggung jawab yang diembannya, maka guru akan berupaya mungkin untuk mendapatkan berbagai kemampuan sehigga guru memiliki wawasan dan kualifikasi ilmu seluas dan memiliki daya saing tinggi di dalam meningkatkan kemampuannya dalam proses pembelajaran di kelas. Kinerja guru kaitannya dengan kemampuan individu yang bersangkutan akan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan program pembelajaran di kelas. Profil dan ciri kemampuan guru, Rochman Natawidjaja mengutip pendapat D. A. Tisna Amidjaja mengatakan tiga aspek kemampuan guru, yaitu mencakup:
(1) Kemampuan pribadi; setiap guru harus memiliki kemampuan pribadi, karena dengan kemampuan nya itu, ia akan menjadi guru berkualitas, dan kualitas itu sendiri dapat dihasilkan bilamana di mulai dari kemampuan pribadi gurunya;
(2) Kemampuan professional, ini yang juga tidak kalah pentingnya dan kemampuan professional merupakan kemampuan di dalam menghayati dan mendalami bidang keilmuannya. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan professional, maka akan berdampak kepada kualitas pembelajarannya, akhirnya juga bermuara kepada kualitas pendidikan secara nasional.
(3) Kemampuan kemasyarakatan atau sosial, dan guru juga harus memahami dan memiliki kemampuan ini, bagaimana guru mampu beradaptasi dengan lingkungan dan kehidupan bermasyarakat, serta mampu melakukan sosialisasi dengan lingkungannya, sehingga dimanapun, dan kapanpun, serta dengan siapapun guru memiliki kemampuan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Charles Johnson mengatakan, sebagaimana dikutip oleh Rochman Natawidjaja mengungkapkan seluruh kemampuan guru itu dalam enam komponen pokok, yaitu: (a) unjuk kerja ( performance), (b) penguasaan materi pelajaran yang harus diajarkan kepada siswanya, (c) penguasaan landasan professional keguruan dan pendidikan, (d) penguasaan prose-proses pengajaran dan pendidikan, (e) penguasaan cara untuk menyesuaikan diri, dan (f) kepribadian.
Keenam komponen di atas merupakan satu system dalam arti tidak boleh dipandang sebagai suatu yang terpisah-pisah, melainkan harus dipandang sebagai suatu keterpaduan yang menjelma dan bermuara pada kualitas unjuk kerja yang diperkirakan menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Huston dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dalam penelitian yang dilaksanakan di Amerika Serikat oleh Nasional Education Association mengungkapkan 10 macam tugas guru yang harus dilakukan sehari-hari, yaitu: a. Manjaga agar selalu melaksanakan tugasnya, b. Mencatat kehadiran siswa, c. Menyesuaikan rencana kerja dalam kegiatan kelas, d. Memantau kegiatan-kegiatan di luar sekolah, e. Merencanakan pelajaran, f. Mendiskusikan pekerjaan dengan rekan sejawat, g. Memberikan penyuluhan kepada siswa, h. Memberikan respon kepada pertanyaan kepala sekolah, i. Mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa, j. Menghadiri rapat guru.
Agar dapat melaksanakan tugas sehari-hari dengan baik, guru harus memiliki kemampuan pribadi, kemampuan professional dan kemampuan kemasyarakatan atau kemampuan sosial. Kemampuan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kinerjanya dalam me-laksanakan tugas yang diembannya, terutama dalam merencanakan pembelajaran. Dengan memiliki kemampuan yang baik, diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar dan tujuan pembelajaran di kelas dapat tercapai, dan keinginan kita untuk meningkatkan mutu pendidikan akan dapat dicapai.

Guru dan Karakter Bangsa

BERBICARA  tentang pendidikan akan selalu menarik dan tak pernah selesai. Tema ini terus diperbincangkan sampai akhir zaman. Tak dapat dipungkiri, pendidikan merupakan Conditio Sine Qua Non bagi manusia. Manusia membutuhkan pendidikan, dimanapun, kapanpun dan apapun yang terjadi manusia tetap butuh pendidikan, pendidikan élan vital bagi kehidupan, sebab tanpa pendidikan manusia sulit untuk berkembang dan akan terkebelakang, dengan demikian pendidikan (diharapkan) harus betul-betul diarahkan,mutu terus ditingkatkan dengan tidak  meninggalkan kearifan lokal, pendidikan yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk karakter, tamaddun bangsa yang bermartabat, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, multikultural dan enviromental awareness serta menjadi pribadi yang demokratis sekaligus bertanggung jawab. Tema hangat yang sering didiskusikan dalam dunia pendidikan adalah sekitar kompetensi guru, kualitas pendidikan (sekolah) dan kesejahteraan guru. Disini penulis membatasi hanya tentang  peranan guru dalam membangun karakter anak didiknya.
Harus diakui pendidikan di Indonesia sangat menekankan pengetahuan semata-mata. Hal ini bisa dilihat dari para guru yang sangat textbook, mengajar terpaku pada buku pegangan yang materinya  tidak sesuai dengan realitas kehidupan hari ini (tidak kontekstual), target Ujian Nasional harus lulus seratus persen, apapun dilakukan supaya target ini tercapai. Sekolah kurang memperhatikan pemupukan keterampilan (setiap siswa memiliki skill individual yang unik) dan yang tragis lagi mengabaikan pembinaan kearifan sikap  Praktek pendidikan di Indonesia sepertinya terpengaruh dengan pemikiran filsuf Inggris Sir Francis Bacon, “knowledge is power’.
Saat ini guru di republik tercinta ini sangat paham akan peranannya sebagai guru mata pelajaran. Saya guru Kewarganegaraan, saya guru ekonomi, saya guru bahasa Inggris dan saya guru fisika, namun kita sangat jarang mendengar peran guru sebagai guru pembimbing siswa. Guru yang dalam setiap pembelajaran disekolah tetap menyelipkan pembinaan karakter. Kalau mau jadi dokter jadilah dokter professional dan jujur, kalau kalian mau jadi insinyur jadilah insinyur yang professional dan jujur, kalau kalian mau jadi ahli pajak jadilah ahli pajak yang tulus bukan gayus . intinya adalah jadilah manusia yang manusiawi dalam kehidupan.
Tradisi kebohongan pendidikan di Indonesia sulit diberantas, ini bisa dilihat dalam ujian kenaikan kelas dan pelaksanaan Ujian Nasional, semuanya sibuk mengatur strategi bagaimana semua siswanya lulus, sehingga pengetahuan yang diajarkan disekolah menjadi tidak bermakna untuk membentuk karakter yang kuat. Guru sebenarnya sangat paham akan peranannya sebagai penerus dan penyebar pengetahuan, makin banyak dipelajari, tapi tak tahu maknanya, pengajaran pengetahuan hampa makna dan tak selaras dengan realitas sosial (meaningless values), pengajaran seperti ini menyebabkan siswa hanya sekedar belajar tapi tidak tahu  untuk apa ia pelajari dan apakah pengetahuan tersebut bermanfaat baginya dimasa depan, akhirnya akan melahirkan generasi-generasi masa depan yang perilakunya serba semu, serba bingung. Penuh kepalsuan.

Tidak ada pilihan lain, selain memasang terus menerus niat yang tulus dan berusaha semaksimal mungkin untuk tetap terus memperbaiki perilaku pendidikan yang menyimpang tersebut. Belajar dari pengalaman para founding father kita yang begitu cinta ilmu, perbedaan etnis, kultur, agama dan warna kulit tidak menghalangi mereka untuk tetap bersatu dalam koridor keI ndonesiaan, mereka sadar betul  Indonesia penuh perbedaan tapi mereka cinta bangsa, cinta tanah air dan cinta bahasa Indonesia (Sumpah Pemuda) dan mereka berpendapat perbedaan itu malah rahmat, ini direalisasikan dengan sangat baik dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Prinsipnya. Etnismu tak penting, warna kulitmu tak penting, bentuk fisikmu tak penting, isi otakmu lumayan penting, karaktermulah yang paling penting. Kita salut sekaligus iri, walaupun mereka berbeda  pendapat begitu tajam, berbeda keimanan, berbeda ideologi, tapi relasi pribadi tetap terjalin baik, setelah berdebat keras, mereka bersalaman dan duduk bersama sambil minum kopi.
Sudah saatnya pendidikan diIndonesia diwarnai dengan empati. Guru yang memiliki empati tinggi terhadap anak didiknya, mencurahkan pikirannya, perasaannya dan harapannya untuk kemajuan anak didiknya sehingga keterpurukan kualitas pendidikan dimasa depan hanya sekedar  mimpi saja

0 komentar:

Posting Komentar