Batuk, bersin, hidung meler, pilek dan infeksi paru-paru lainnya
sangatlah umum pada musim pancaroba yang sulit ditebak saat ini. Untuk
melawannya, banyak orang menelan pil dan sirup, yang dipercaya dapat
menyembuhkan masalah hidung, meringankan sakit tenggorokan, mengurangi
batuk dan meningkatkan kualitas tidur.
Namun bukti lebih lanjut
menunjukkan bahwa obat-obatan tidak selalu ampuh. Lebih buruk lagi,
berbagai obat memiliki efek samping yang tidak baik, bahkan berbahaya,
terutama untuk anak kecil.
Itu sebabnya, banyak dokter sekarang ini menganjurkan resep kuno untuk pasien batuk mereka, yakni madu.
"Madu
telah digunakan selama ratusan tahun sebagai pengobatan tradisional
pada berbagai tempat di dunia. Kami pikir, akan sangat beralasan untuk
mengujinya” kata Ian Paul, seorang dokter anak di Rumah Sakit
Pennsylvania State University, Hershey, Amerika Serikat.
Batuk yang Membandel
Paul
termotivasi untuk mencoba madu, karena dewasa ini, mengobati batuk
pada anak telah menjadi persoalan umum. Batuk merupakan cara tubuh untuk
membersihkan saluran udara yang teriritasi, dan membantu bernafas.
Tetapi,
batuk yang terlalu banyak, dapat menimbulkan iritasi pada paru-paru dan
tenggorokan yang lebih parah. Pembersihan ini juga mengganggu tidur,
yang sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan. Untuk meringankan
penderitaan anak-anak mereka, orang tua sering kali memberikan obat
batuk dalam bentuk sirup.
Pada 1997, Akademi Dokter Anak Amerika
memperingatkan bahwa Codeine Dan dextromethorphan (DM), yakni dua dari
empat bahan umum pada obat batuk, tidak menyembuhkan sakit yang diderita
anak. Codeine and DM hanya bekerja untuk memblokade pesan batuk dari
otak ke tubuh.
Obat yang tidak bekerja, berperan buruk bagi
kesehatan. Obat batuk dan pilek juga dapat menyebabkan efek samping yang
serius, termasuk kantuk, hiperaktif, halusinasi, pusing, muntah,
jantung berdebar dan lainnya. Ratusan anak berakhir di rumah sakit
setiap tahunnya. Beberapa diantaranya bahkan meninggal setelah tanpa
sengaja meminum obat batuk yang berlebihan.
Uji Coba Obat
Karena
frustasi akan kurangnya kajian terhadap obat, Paul memutuskan untuk
mencobanya sendiri. Beberapa tahun yang lalu, Paul dan teman kuliahnya
merancang studi yang melibatkan 100 anak-anak, yang mengalami batuk dan
gejala pilek lainnya. Semuanya berumur diantara 2 - 18 tahun.
Peneliti membagi anak-anak menjadi 3 kelompok. Sebelum tidur, 1 kelompok anak-anak meminum sirup yang mengandung DM.
Kelompok ke 2, menerima sirup yang mengandung bahan obat batuk umum bernama diphenhydramine (DPH).
Kelompok
ke 3 meminum sirup placebo, yakni sirup biasa tanpa kandungan obat.
Pada eksperimen medis, obat palsu ini disebut placebo. Dengan
membandingkan pasien yang memium obat sungguhan dan mereka yang meminum
placebo, dokter dapat melihat efektivitas dari obat.
Baik anak-anak dan orang tua semuanya tidak mengetahui mengenai sirup-sirup yang diminum tersebut.
Orang
tua menjawab 5 pertanyaan tentang gejala anak-anak mereka, pada malam
sebelum dan sesudah sirup diminum. Hasil menunjukkan, anak-anak yang
menerima sirup tanpa obat medis mengalami peningkatan kondisi yang sama
dengan mereka yang meminum obat medis.
Paul dan teman-temannya
mempublikasikan hasil tersebut pada tahun 2004. Akhir Oktober, Badan
Makanan dan Obat-Obatan Amerika mengevaluasi semua data, termasuk hasil
penelitian Paul, dan memutuskan bahwa orang tua seharusnya tidak
memberikan obat batuk kepada anak-anak dibawah usia 6 tahun.
Pada
waktu yang sama, perusahaan obat-obatan menghentikan penjualan bahan
tersebut untuk konsumsi anak-anak. Paul mengetahui bahwa berita tersebut
akan membuat orang tua cemas. Dia pun merasakan hal yang sama.
"Sangat
sulit bagi saya, sebagai seorang dokter, untuk memberitahu orang-orang
bahwa obat tidak lebih baik dari placebo (bukan obat), karena mereka
tidak punya solusi yang lain,” katanya.
Pada pencariannya, Paul
menemukan efek penyembuhan madu. Ribuan tahun yang lalu, Dokter di
Mesir, misalnya, menggunakan madu untuk mengobati luka, batuk dan sakit
sendi. Paul juga menemukan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia
merekomendasikan madu sebagai obat pelega tenggorokan, walaupun tidak
ada bukti sains mengenai keefektifannya.
"Madu tidak membahayakan, mengapa tidak mencari tahu bila madu dapat membantu?" pikir Paul.
Dia
merancang penelitian berikutnya sama seperti yang sebelumnya. Pada
waktu tidur, 105 anak-anak yang sakit dibagi menjadi 3 kelompok, yakni
meminum sirup DM, meminum madu Buckwheat, dan tanpa penanganan.
Kali
ini, survei menunjukkan anak-anak yang menelan 2 sendok teh madu
Buckwheat, tidur lebih baik dan mengalami lebih sedikit batuk
dibandingkan 2 kelompok lainnya. Orang tua mereka tidur lebih nyenyak
juga.
Tapi yang patut diperhatikan, madu tidak aman untuk anak di
bawah 1 tahun karena bisa menyebabkan botulisme. Namun hasil penelitian
meyakinkan Paul untuk merekomendasikan madu dengan khasiat mengurangi
batuk bagi anak di atas 1 tahun.
"Ketika orang tua ingin memberi sesuatu pada anak-anaknya, madu tampaknya merupakan pilihan terbaik," kata Paul.
Kenapa madu?
Orang-orang
berpikir bahwa madu adalah pengganti gula yang enak pada teh, pemanis
di atas peanut butter dan sandwich pisang. Jadi apa yang menjadikan
pemanis ini memiliki efek penyembuhan?
"Pada satu sisi,
kekentalan madu membantu melapisi dan melegakan tenggorokan," kata
Katherine Beals, seorang pakar makanan di University of Utah, Salt Lake
City.
Katherine juga menjabat sebagai konsultan nutrisi untuk
Badan Madu Nasional, grup pendukung madu, yang membiayai penelitian Paul
terakhir.
"Antioksidan yang terkandung dalam madu mungkin juga
menjadi jawaban," ujar Beals. Antioksidan ditemukan juga pada makanan
seperti blueberry (sejenis arbei), bayam dan cokelat. Antioksidan ini
mampu melindungi sel kita dari kerusakan.
Hasil kajian
menunjukkan bahwa setelah meminum madu, tingkat antioksidan pada tubuh
mengalami peningkatan. Semua madu mengandung antioksidan, tetapi tipe
madu tertentu mengandung antioksidan dalam jumlah yang lebih banyak
daripada yang lain.
"Ada lebih dari 300 tipe madu," kata Beals.
Menurutnya
warna, aroma dan manfaat kesehatan tergantung pada tipe bunga yang
lebah madu hinggapi. Kebanyakan madu, yang dibeli di toko grosir di
Amerika Serikat, dibuat oleh madu yang hinggap di pohon semanggi. Madu
yang lebih gelap, seperti tipe buckwheat yang digunakan Paul pada
penelitiannya, umumnya punya antioksidan yang lebih tinggi dibanding
yang lebih encer, termasuk tipe semanggi.
Madu memiliki efek
kesehatan yang lain. Setidaknya, beberapa jenis madu mampu membunuh
mikroba yang menginfeksi. Satu jenis madu dari Selandia Baru telah
terbukti baik untuk digunakan pada luka, dengan dioleskan pada kulit.
Menurut Beals, tidak ada bukti bahwa mengkonsumsi madu akan mencegah
pilek.
"Tetapi jika tenggorokanmu sakit dan mengalami batuk
secara terus menerus, madu dapat membuatmu lebih baik. Sedikit pemanis
pastinya membuatmu lebih gembira!" jelasnya.
Sumber : erabaru.or.id
0 komentar:
Posting Komentar